Ilustrasi kereta bandara Soekarno-Hatta. Foto: Shutterstock

Target Menteri BUMN

Terlebih umumnya orang yang berpergian ke bandara adalah orang yang membawa barang bawaan banyak. Menurut dia, transit menjadi hal yang merepotkan ketika membawa barang bawaan ataupun bepergian bersama rombongan.

Deddy Menjelaskan, permasalahan ini bisa diatasi dengan menurunkan tarif KA bandara. Dia melihat penumpang akan memilih moda transportasi murah meskipun harus direpotkan dengan transit.

“Tapi kalau misalnya tarif KA bandaranya murah, orang pasti akan rela transit. Tarif murah, tetapi harus masih ada effort transit. Tapi kalau tarifnya mungkin mahal tanpa transit, mungkin juga tetap berlaku,” jelas Deddy.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga punya pandangan yang sama. Djoko menyayangkan KA bandara didesain tidak langsung mengantarkan penumpang ke terminal-terminal di Bandara Soekarno Hatta.

“Agak repotnya di situ, pindah-pindahnya itu kan bawa barang, bagi nggak bawa barang, enak.Tapi bawa barang banyak itu loh. Itu desainnya, kesalahannya di situ,” kata Djoko kepada kumparan, Sabtu (4/1).

Kendati begitu, menghubungkan kereta bandara langsung ke terminal-terminal di bandara Soekarno-Hatta saat ini juga bukan pilihan. Menurut dia salah satu hal yang bisa diperbaiki untuk meningkatkan jumlah penumpang kereta bandara satunya adalah dengan menurunkan tarif, juga efisiensi waktu tempuh.

Dia juga mengusulkan agar pemerintah membuka layanan check in di stasiun KA bandara, seperti Stasiun BNI City. Hal ini menurut dia akan menggaet minat penumpang untuk menggunakan layanan transportasi ini.

“Apalagi nanti ada pelayanan tiketnya, check-in-nya di Stasiun BNI City, itu menarik. Jadi nggak usah di sana, jadi naik kereta otomatis tinggal naik pesawat. Itu bagus lagi. Kalau bisa gitu menarik,” terangnya.

Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Aditya Dwi Laksana, juga setuju dengan desain KA bandara menjadi kendala kurangnya peminat layanan transportasi ini.

“Belum optimalnya karena beberapa hal, konektivitas yang belum baik, contoh sesampainya Commuter Line Basoetta di Stasiun Basoetta tidak bisa langsung menuju terminal-terminal bandara melainkan harus berganti Kalayang,” kata Aditya kepada kumparan, Sabtu (4/1).

Menurut dia Kalayang tidak memiliki karakter mobilitas bandara dengan waktu tunggu yang relatif lama sampai dengan 13 menit dan dengan kecepatan rendah juga kapasitas penumpang yang kecil.

Selain itu Aditya juga menyoroti beberapa stasiun KA bandara di Jakarta yang tidak terintegrasi dengan KA jarak jauh. Sebab menurutnya hal ini dapat membantu meningkatkan penumpang KA bandara.

Lalu kendala selanjutnya adalah aksesibilitas yang belum optimal, salah satunya stasiun KA bandara BNI City.

“Stasiun BNI City yang merupakan area penerapan aturan ganjil genap di hari kerja dan hari bebas kendaraan bermotor di hari minggu, Stasiun Manggarai dan Stasiun Duri masih sulit aksesnya menggunakan kendaraan roda empat termasuk juga keterbatasan lahan parkir,” terangnya.

Sama seperti Deddy, Aditya juga melihat headway sebagai salah satu kendala Mengapa layanan transportasi ini tidak begitu diminati penumpang Bandara Soekarno Hatta.

“Strategi nya ya meningkatkan keterbatasan-keterbatasan tadi, yaitu konektivitas, aksesibilitas, dan frekuensi perjalanan/jeda antarperjalanan dibuat lebih pendek waktunya serta mempertimbangkan penerapan tarif diskon di jam-jam tertentu sepi pengguna,” jelasnya.

Selain itu dari sisi target peningkatan penumpang menurut Aditya, lebih baik diteken secara realistis dan bertahap tidak langsung 20 persen. “Ya target nya dibuat bertahap.saja dulu supaya lebih realistis ya, jangan langsung 20 persen,” tutup Aditya.

By admin