Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, memaparkan soal virus Human Metapneumovirus (HMPV) yang tengah menjadi sorotan di dunia lantaran tengah mewabah di China.
Tjandra memberikan sejumlah penjelasan bahwa virus yang menyerang saluran pernapasan itu berbeda dengan COVID-19.
Menurut Tjandra, meski baru ramai diberitakan sejak Desember 2024 lalu di China, virus ini tercatat pertama kali ditemukan di Belanda pada Juni tahun 2001.
“Sesudah itu ada lagi laporan temuan di berbagai negara seperti Norwegia, Rumania, Jepang dan juga tentu China. Para peneliti bahkan memperkirakan bahwa sebelum resmi dilaporkan di 2001 itu maka HMPV sudah puluhan tahun bersirkulasi. HMPV bukan virus baru,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Sabtu (4/1).
Dia menjelaskan HMPV merupakan evolusi dari jenis virus serupa yang menyerang hewan atau dikenal dengan AMPV atau Animal Metapneumovirus. AMPV pertama kali ditemukan pada tahun 1978 di Afrika Selatan, yang awalnya diberi nama Turkey Rhinotracheitis Virus (TRTV).
“Ini adalah penyakit pada unggas, yang punya 4 sub tipe, dari A sampai D. Para pakar berpendapat bahwa penyakit pada manusia akibat HMPV nampaknya akibat semacam evolusi dari AMPV yang sub tipe C,” kata Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.
3 Hal yang Membedakannya dengan COVID-19
Tjandra meluruskan bahwa HMPV tidak sama dengan COVID-19 yang menjadi pandemi pada tahun 2020 lalu. Ada 3 hal yang menjadi alasannya, pertama karena HMPV jauh ditemukan lebih dahulu dibandingkan COVID-19 dan berasal dari jenis virus yang berbeda, yakni Corona.
“Kedua, disebutkan bahwa gejalanya adalah serupa, seperti batuk, demam, mungkin sesak dan nyeri dada dan kalau memberat dapat masuk rumah sakit. Perlu diketahui bahwa semua infeksi paru dan saluran napas memang gejalanya seperti itu. Ketiga, ada juga yang menyebut HMPV mirip COVID-19 karena sekarang ada peningkatan kasus di China. Ini juga tidak tepat karena dari waktu ke waktu memang selalu saja ada peningkatan kasus infeksi saluran napas, apalagi di musim dingin di negara empat musim seperti China,” jelas Tjandra.
Belum Ada Kedaruratan di China
Tak hanya itu, Tjandra mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada pernyataan resmi yang menyebutkan China tengah dalam status darurat akibat virus ini. Dia menjelaskan kabar soal ini sebagai sebuah pernyataan tak berdasar saja.
“Hal ini tidak benar karena tidak ada satu pun sumber dari pemerintah China maupun WHO yang menyebut tentang pernyataan ‘state of emergency’. The Economic Times edisi kemarin secara tegas juga menuliskan ‘Neither Chinese health officials nor the World Health Organization (WHO) have confirmed an epidemic or state of emergency’,” kata Tjandra.
HMPV Belum Masuk Indonesia
Kementerian Kesehatan Indonesia pun sampai saat ini memastikan belum ada satu kasus dari virus HMPV yang masuk ke Indonesia.
“Saat ini belum ada laporan kasus HMPV di Indonesia. Meski begitu, kami mengimbau agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini penting untuk memperkuat daya tahan tubuh dan mencegah penularan berbagai virus yang berpotensi mengancam kesehatan,” jelas Juru Bicara Kemenkes RI, drg. Widyawati, dalam keterangan tertulis Sabtu (3/1).
Meski demikian, pemerintah memastikan tetap mewaspadai penyebarannya dan telah melakukan langkah antisipatif terkait perkembangan virus ini. Terutama, meningkatkan kewaspadaan di pintu-pintu masuk negara, termasuk pengawasan kekarantinaan kesehatan bagi pelaku perjalanan internasional yang menunjukkan gejala Influenza Like Illness (ILI).
“Kemenkes mengajak masyarakat untuk tetap memantau informasi resmi terkait perkembangan virus ini. Pemerintah juga menekankan pentingnya kerja sama masyarakat dalam menerapkan langkah pencegahan dan segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala infeksi saluran pernapasan,” kata Widyawati.