Media sosial tengah diramaikan dengan kabar dugaan kekerasan yang dilakukan oleh bos perusahaan animasi BV terhadap mantan karyawan perempuan. Korban, yang berinisial CS, menceritakan seluruh pengalamannya selama hampir lima tahun bekerja di perusahaan tersebut.
Perusahaan BV, yang berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat, itu dipimpin oleh pasangan suami istri asal Hong Kong yang berinisial CL dan KL. Kabarnya, perusahaan tersebut sudah tutup sejak Agustus lalu. Namun, keduanya diduga telah mendirikan perusahaan baru yang bergerak di bidang sama.
Lewat sebuah dokumen daring, korban mengungkap dugaan kekerasan yang dilakukan oleh bosnya. Dokumen tersebut dibagikan oleh pengguna X (dulu Twitter) @Bisher_d790. kumparanWOMAN telah mendapatkan izin untuk mengutip cerita CS.
Dalam dokumen tersebut, CS mengatakan bahwa ia mengalami kekerasan verbal, fisik, dan psikis; manipulasi; pemaksaan bekerja di luar jam kerja; pemaksaan kerja dengan beban kerja yang tak masuk akal; pengancaman; diskriminasi agama; hingga pemaksaan untuk mengundurkan diri.
Korban mulai bekerja di perusahaan tersebut pada 2019 usai lulus dari sebuah universitas di luar negeri. Ia mengatakan, awalnya ia melamar di posisi concept artist atau seniman konsep, sesuai dengan keinginan dan jurusan kuliahnya. Namun, ia justru ditempatkan di posisi marketing atau pemasaran.
Tak lama setelah bergabung, CS justru ditempatkan di dua posisi, yakni di bagian marketing dan concept artist. Ia mengatakan, awalnya, ia digaji sebesar Rp 4 juta untuk dua posisi tersebut. Korban juga mengeklaim bahwa ia dipekerjakan sebagai asisten pribadi bos perempuannya, CL, di luar deskripsi pekerjaan utamanya.
Mengutip kumparanNEWS, kepolisian telah mencoba mendatangi kantor perusahaan animasi tersebut. Namun, saat disambangi, kantornya kosong. Kepolisian juga sudah bertanya pada orang sekitar perihal ini.
“Anggota lagi cek ke TKP, sudah dicek ke TKP itu kosong. Lagi dicari sama tetangganya, tetangga dari tempat lokasi itu,” ujar Kasatreskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Firdaus saat dihubungi wartawan pada Jumat (13/9).
Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro mengatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut kasus ini.
Detail kekerasan terhadap CS
Dalam dokumen tersebut, CS mengatakan bahwa awalnya, CL tampil sebagai sosok yang baik dan karismatik. Namun, tak lama dari situ, CL mulai melakukan berbagai tindakan buruk terhadap korban. Dikutip dari pernyataan CS, begini detail kekerasan di perusahaan animasi oleh CL.
Dugaan manipulasi
CS menyebut, ia kerap dimanipulasi dan diadu domba dengan teman-teman kerjanya. Ini membuat CS merasa tak nyaman dan tak bisa mempercayai siapa-siapa. Perilaku manipulatif CL mulai terlihat saat pandemi COVID-19 melanda. Saat perusahaan harus menyusun strategi untuk menerapkan sistem work from home (WFH), mereka diminta untuk tetap ke kantor.
“CL mulai memanipulasi kami dan mencoba untuk merusak persahabatan kami. Ia bergosip soal teman saya pada saya, dan dia juga akan bergosip soal dia pada saya. Dia melakukan ini kepada karyawan lainnya sehingga kami tidak bisa akrab dan berhenti berteman. CL tak ingin karyawan saling berteman; dia sering kali berkata bahwa di sini, kami tidak mencari teman, tetapi bekerja,” ungkap CS dalam pernyataannya.
Dugaan kekerasan verbal
CS juga mengaku sering menerima kekerasan verbal dari CL. CL kerap mengejek CS dengan sebutan gemuk dan menghina pakaian yang CS kenakan. Bahkan, CS menyebut, CL kerap mengancam akan memecat CS jika ia bertambah berat badan. Lalu, jika CL menganggap CS melakukan kesalahan, CL bersumpah serapah dan melontarkan ancaman terhadap CS dan karyawan lainnya.
Dugaan diskriminasi SARA
CL juga disebut kerap melakukan adu domba dengan menyinggung soal ras. Hal senada juga dikatakan oleh mantan karyawan lainnya. Mantan karyawan berinisial A (nama dan inisial disamarkan) mengatakan, karena ia merupakan keturunan Jawa dan China, CL pernah meminta A untuk berhati-hati dengan orang-orang “pribumi” (asli Indonesia).
“Nah, saya ini keturunan setengah, saya Chinese sama ada orang Jawanya, tapi muka saya muka Chinese. CL bilang, ‘Kamu, tuh, Chinese. Jadi, orang-orang pribumi ini tidak akan membiarkan kamu sukses dan B ini kan pribumi. Jadi, kamu harus hati-hati sama dia,” kata A ketika diwawancarai kumparanWOMAN, Jumat (13/9).
CL diduga melakukan diskriminasi agama terhadap para karyawannya saat itu. Karyawan yang non-Kristiani diminta untuk pindah agama dan mempercayai Yesus, sama seperti agama yang diyakini CL. CS mengatakan, CL pernah menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap agama CS, yakni Katolik.
Dugaan kekerasan ekonomi
CS juga mengatakan, CL sering kali menyuruh CS untuk membeli barang-barang pribadi dengan menggunakan uang CS, mulai dari pembalut, perlengkapan mandi, sampai baju dalam. CS juga diminta untuk menemani CL pergi ke luar negeri, tetapi dengan biaya hidup CS ia tanggung sendiri.
Sering kali, CL menunda reimburse sehingga CS terpaksa harus menjalani hari-hari tanpa uang. CS mengaku, ia pernah terpaksa mengambil pinjaman puluhan juta rupiah untuk memenuhi pengeluaran CL.
Dugaan kekerasan psikis
CS mengaku, CL juga mengisolasi dia dari keluarganya. CL pernah meminta CS untuk pindah tempat tinggal ke tempat kantor tanpa mengabari keluarganya dan menyuruh CS untuk memutus kontak dengan mereka. Jika CS bertemu dengan ibunya tanpa mengabari CL, CL akan marah dan menghukum CS.
Dugaan kekerasan fisik
Selain itu, CS mengatakan bahwa CL kerap memaksa dia untuk bekerja sejak subuh hingga larut tanpa istirahat yang cukup. Korban menjalani bulan-bulan tanpa istirahat yang cukup, menyebabkan dirinya jatuh sakit.
Bahkan, CS mengatakan, ketika mereka melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, CS sempat terjangkit COVID-19. Namun, CL melarang CS untuk menjalani tes corona dan memakai masker selama di sana. Jika CS memperlihatkan dirinya bahwa ia sedang tidak sehat, CL disebut akan menghina CS dan menyebutnya terlalu dramatis.
CL juga disebut pernah menghubungi CS di tengah malam untuk melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Jika CS terlambat merespons pesan CL, si bos akan langsung memarahinya.
Dalam dokumen tersebut, CS mengaku sering kali menerima kekerasan fisik dari CL. CS menyebut, ia pernah diminta untuk menampar dirinya sendiri, diminta membenturkan kepalanya sendiri, dipaksa naik turun tangga selama 45 menit sebagai hukuman, dicekik, dan didorong hingga jatuh di tangga.
Kepada kumparanWOMAN, A mengaku baru tahu soal kekerasan fisik tersebut setelah ia keluar dari perusahaan. Namun, ia pernah menyaksikan perilaku-perilaku buruk CL lainnya terhadap CS.
“Saya melihat dia (CS) itu diperlakukan tak manusiawi begitu. Sebenarnya, yang saya tahu tentang kekerasan fisik, itu terjadi setelah saya keluar. Sewaktu saya masih di situ, saya tidak ada menyaksikan kejadian kekerasan fisik. Namun, kekerasan verbal dan tindakan yang tidak seharusnya dilakukan pada manusia itu, terjadi pada CS,” kata A.
Kekerasan perempuan di tempat kerja
Menurut Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization, ILO), di Indonesia, masih banyak perempuan yang pernah mengalami kekerasan di tempat kerja.
Dalam survei ILO 2022, 75,93 persen responden perempuan pernah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Dari 864 responden, 656 perempuan pernah jadi korban.
Kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi pada perempuan pekerja tak hanya dilakukan oleh laki-laki, tetapi juga oleh perempuan.