MEDIA NASIONAL – Investor perkebunan kelapa sawit, PT Tri Bakti Sarimas (TBS), yang beroperasi di lahan seluas 17.612,57 hektar di Kuantan Singigi (Kuansing), Riau, merasa dizalimi oleh kreditur PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Kreditur melelang perkebunan itu justru terjadi di saat TBS, selaku debitur, menyatakan kesanggupan membayar 20 persen dari total kewajiban yang diminta BRI untuk pembatalan lelang di Kantor KPKNL Pekanbaru, Riau.
Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA dari Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM Law Firm – Jakarta, selaku kuasa hukum TBS, Minggu (28/1/2024), menilai bahwa proses lelang itu janggal dan diduga penuh kecurangan, pelanggaran hukum, dan persekongkolan jahat dalam proses lelang tersebut. Apalagi, lelang hanya diikuti oleh satu peserta atau pembeli yakni PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM). Padahal ada beberapa investor yang ingin terlibat.
Terkait dengan itu, TBS telah menempuh langkah hukum melalui Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, DKI Jakarta, dan Gugatan Pembatalan Risalah Lelang di PTUN Pekanbaru, Riau. Perkara Gugatan PMH di PN Jakarta Pusat tercatat dengan nomor perkara 11/Pdt.G/2024/PN Jkt. Pst, sedangkan Gugatan PRL di PTUN Pekan baru tercatat dengan nomor perkara 1/G/2024/PTUN.PBR, hingga berita ini terbit, proses hukum lanjutan masih berlangsung.
TBS melalui kuasa hukumnya juga mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (RI) dan sejumlah divisi di Mabes Polri, serta Presiden Republik Indonesia (RI). Kuasa Hukum TBS mengajukan permohonan “sehubungan dengan gugatan perbuatan melawan hukum klien kami atas perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan oleh BRI pada PN Jakarta Pusat dan gugatan pembatalan risalah lelang atas lelang yang telah dilakukan oleh KPKNL Riau di Pengadilan Tata Usaha (PTUN) Pekanbaru, Riau” kata Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA Christian.
Kami mengajak semua pihak khususnya pemenang lelang untuk bersabar dan jangan terlalu tergesah-gesah untuk mengambil alih meskipun adanya deklarasi kemenangan dari pemenang lelang tetapi pihak TBS masih menempuh jalur hukum lanjutan sebagai ajang untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, untuk itu kita hormati persidangan yang masih berjalan, tutup Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA saat ditemui di MARKAS BESAR KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA (MABES POLRI) – Jakarta Selagan.
Histori/Kronologi – Lelang BRI diduga cacat secara hukum
TBS, salah satu investor nasional, memiliki 14 bidang tanah yang digunakan antara lain untuk perkebunan sawit seluas sekitar 17.612,6 hektar di Kuansing. TBS selain menjalankan usahanya, juga membangun daerah sekitar, sejak 1986 atau 38 tahun yang lalu (hampir empat dekade). Lahan telah dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit “Perjanjian Pembelian Kredit Transaksional Khusus Kredit Modal Kerja (KMK), Forex Line dan Pengakuan Utang”.
Pada mulanya tahun 1988-1993, TBS memiliki bisnis inti perkebunan kelapa dan kakao di atas lahan HGU. Pada tahun 1988, selain buka kebun kelapa dan kakao, TBS membangun infrastruktur jalan yang bisa menghubungkan sejumlah desa terpencil.
TBS kemudian mengembangkan sayap dengan membuka kebun sawit HGU inti pada tahun 1998, di mana TBS juga mulai bangun kebun plasma dan kebun kemitraan dengan KUD Prima Sehati. Saat ini wilayah itu telah menjadi 10 desa. Kebun sawit kemitraan menjadi sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat, khususnya 4.638 anggota KUD Prima Sehati.
Selama 5 tahun (2014-2019), produksi CPO dari kebun sawit TBS mencapai antara 82-104 persentase dari target, atau rata-rata 92,4 persen per tahun. Pencapaian itu termasuk dalam kinerja perusahaan yang sehat dan baik.
Pandemi Covid-19, yang muncul pada akhhir Desember 2019 hingga pertengahan 2022 telah berdampak buruk pada perusahaan itu. Situasi dan kondisi yang ada membuat TBS, selaku debitur, semakin sulit memenuhi kewajibannya untuk membayar atau mencicil kepada kreditur, yakni BRI. Negosiasi untuk restrukturisasi utang tetap dilakukan oleh TBS untuk mempertahankan usahanya.
Namun pada 1 Desember 2023, dalam suratnya No.B.620-CRR/WRR/WRD/12/2023 perihal Pemberitahuan Lelang, BRI menginformasikan bahwa sesuai dengan surat KPKNL Pekanbaru No.S-30313/KNL.0303/2023 tgl 28 November 2023 akan dilakukan lelang agunan/aset TBS melalui e-auction pada 28 Desember 2023 jam 09.00-10.00 waktu server WIB, bertempat di KPKNL Pekanbaru. Aset TBS yang akan dilelang berupa 14 bidang tanah dijual dalam satu paket.
Sehubungan dengan pelaksanaan lelang tsb, BRI meminta agar TBS segera melakukan pengosongan tanpa syarat atas agunan/aset TBS tersebut, tidak diperkenankan merusak dan memperjualbelikan agunan/aset milik BRI serta menyelesaikan seluruh tunggakan listrik, PBB, PDAM dll
TBS dalam surat No.051/TBS-JKT/B/XII/2023 tgl 11 Desember 2023 kepada Dirut BRI (Bpk Sunarso) Perihal Permohonan Penundaan Lelang memohon penundaan lelang aset TBS yang akan dilakukan pada tgl 28-12-2023 di KPKNL Pekanbaru. Alasan penundaan yang disampaikan TBS yakni bahwa TBS akan melakukan pembayaran kewajiban kepada BRI dengan cara dicicil dalam waktu 8 tahun untuk O/S USD dan 6 tahun untuk O/S IDR.
Dalam surat pada 19 Desember 2023, BRI menegaskan, lelang tetap dilanjutkan. Namun, BRI memberi ruang kepada TBS bahwa “Pembatalan lelang oleh BRI hanya dapat dilakukan dengan syarat debitur melakukan pembayaran kewajiban minimal sebesar 20% dari total kewajiban kepada BRI.”
Atas dasar itu, pada 21 Desember 2023, TBS membuat pernyataan kesanggupan kepada BRI untuk membayar 20 persen dari total kewajiban. Hal itu seperti yang diminta BRI itu. Pembayaran lakukan bertahap mulai akhir Desember 2023 sampai dengan triwulan pertama 2024. Mengingat waktu yang cukup pendek maka pembayaran pertama lakukan pada akhir Desember 2023 sebesar 150.000 dollar AS untuk fasilitas kredit USD ditambah Rp 500 juta untuk fasilitas kredit IDR, dan sisanya pada Januari 2024
BRI tidak menanggapi secara tertulis, tetapi melakukan pertemuan dengan manajemen TBS untuk menegaskan, pelelangan tetap dijalankan. Anehnya, BRI malah melelang aset TBS itu dengan senilai Rp 1,9 triliun pada 28 Desember 2023. Makin aneh lagi, peserta lelang diikuti hanya oleh satu perusahaan yang ternyata telah digadang-gadang sejak awal oleh BRI, yakni PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM), sayap konglomerasi raksasa First Resources.
Sebenarnya tidak seharusnya BRI menolak kesanggupan dan niat baik TBS, sesuai permintaan BRI, apalagi perusahaan ini sedang dalam proses recovery dari dampak Covid-19. Kesanggupan TBS untuk membayar 20 persen dari total kewajiban seharusnya dilihat sebagai niat baik TBS/debitor untuk melanjutkan usahanya dan tetap patuh membayar kewajiban, seperti yang diminta BRI yakni minimal 20 persen dari total kewajiban.
TBS juga sedang melakukan negosiasi intensif dengan calon investor. Apabila dana dari calon investor masuk lebih cepat maka TBS akan melakukan pembayaran 20 persen dari total kewajiban pada kesempatan pertama, yang berarti dapat dilakukan sebelum tenggat akhir triwulan pertama 2024. Dalam pertemuan manajemen TBS dengan Divisi CRR ddan Divisi Agribisnis BRI di Menara BRI Sudirman, Jakarta, TBS menunjukkan surat dari investor Mahadaya Investments (MI) per 27 Desember 2023 perihal LOI in Providing Financing and Collaboration yang pokok isinya menyatakan kesanggupan MI menyetor dana USD 25 juta pada Januari 2024, dan detail pola kerja sama dengan TBS yang akan dibicarakan pada 10 Januari 2024. Upaya ini menunjukkan niat baik TBS untuk memenuhi kewajibannya.
Namun, BRI justru, sehari kemudian (28/12/2023), tidak menggubris niat baik TBS dengan tetap menjual aset krediturnya ke KTBM, investor yang sejak awal digadang-gadang oleh BRI. Padahal, kata Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA , MI mau membeli dengan nilai sekitar Rp 2,2 triliun. Ada juga investor Jerman yang berminat untuk mengambil alih atau take over lahan dengan harga total Rp 4 triliun. Tentu saja ini sangat membantu. Namun yang dilakukan oleh BRI justru menutup peluang itu dengan mengadakan lelang kepada pembeli tunggal dan praktik ini diduga karena adanya praktik nepotisme.
Dari situlah TBS melalui kuasa hukumnya menilai, bahwa BRI patut diduga telah melakukan persekongkolan dengan pihak KTBM, walaupun belum ada keputusan hukum yang inkracht, KTBM justru berambisi mengambil alih lahan, mengklaim dengan melaporkan pihak-pihak di TBS telah melakukan tindak pidana pencurian yang sebenarnya di lahan milik TBS sendiri.
Seharusnya polisi menunggu keputusan hukum yang sudah inkracht atas kasus perdata itu, barulah menyelidiki kasus pidananya. Ada ketentuan yang mengatur hal itu, yakni Pasal 1 Perma Nomor 1 Tahun 1956 menjelaskan bahwa jika dalam pemeriksaan perkara pidana terdapat sengketa perdata mengenai barang atau hubungan hukum antara dua pihak, maka pemeriksaan perkara pidana ditunda hingga ada keputusan dari Pengadilan terkait perkara perdata tersebut.
“Undang-undang atau peraturan hukumnya sudah jelas, hahwa perkara pidana harus ditunda dahulu setelah kasus sengketa perdatanya selesai atau dinyatakan sudah inkracht. Namun, mengapa aparat hukum khususnya polisi memproses kasus pidana ini, untuk memojokkan dan melemahkan pihak klien kami,” kata Dr. ANDRY CHRISTIAN, S.H., M.H., S.Kom, M.Th, C.Md, CLA .
Menyikapi persoalan ini TBS telah membuat pengaduan resmi kepada Kepala Polri dan para pihak terkait, termasuk Presiden RI.
Di Riau, KTBM dikenal seabgai perusahaan perkebunan di bawah Menagemen PT. Surya Dumai Grup (SDG) yang mempunyai setidaknya ada 20 anak perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah di Provinsi Riau.
Sementara dari sisi TBS, tidak pernah menelantarkan usahanya. Kondisi kebun kelapa sawit TBS saat ini masih terawat dengan baik. TBS masih tetap melakukan perawatan tanaman kelapa sawit seperti pembersihan piringan, pembersihan gawangan/jalur panen, dan pemupukan. Walaupun pemupukan yang dilakukan TBS beberapa waktu terakhir ini menggunakan pupuk organik dan pupuk cair karena keterbatasan dana sehingga TBS harus mengutamakan alokasi dana untuk membayar upah, gaji, dan biaya operasional lainnya.
Di pihak lain, para tokoh masyarakat di Kuansing mendukung keberadaan TBS di tengah masyarakat Kecamatan Pucuk Rantau yang membawahi 10 desa di sekitar perkebunan sawit TBS. Mereka menganggap TBS yang telah eksis selama hampir empat dekade (38 tahun), telah membuat roda perekonomian masyarakat lebih aktif dan hidup. Karena hubungan simbiosis mutualisme yang erat sejak tahun 1986, masyarakat setempat memandang TBS sebagai “bapak kandung”. Lebih baik bapak kandung, daripada bapak sambung.
“Kami sangat mendukung keberadaan perusahaan TBS, karena kami sudah menganggapnya sebagai bapak kandung kami sendiri,” kata M Zein Ismail, salah satu tokoh masyarakat di wilayah Kecamatan Pucuk Rantau, Kuansing. Sebab menurutnya, sejak 1988, saat membangun kebun kelapa hibrida dan kakao, TBS juga membangun banyak infrastruktur penting seperti jalan, sekolah, dan air minum, serta lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Pembangunan tersebut hingga saat ini masih dapat dinimkati masyarakat kenegerian Pucuk Rantau,” kata M Zein Ismail. “Dibandingkan dengan perusahaan lain, pendatang baru, kami lebih dekat dengan TBS, sudah merasa saling memiliki satu sama lain,” kata Darwis, tokoh masyarakat lainnya di Pucuk Rantau.
Fakta-fakta itu menunjukkan, bahwa TBS tetap beroperasi dengan baik dan sedang dalam recovery dari Covid, tetapi masih tetap sanggup membayar 20 persen dari total kewajiban. Namun, pertanyaannya, mengapa BRI bersikap arogan, menzalimi, dan melanggar etika berbinis dan melanggar proses yang sedang berlansung, yang telah ditunjukkan dengan niat baik TBS membayar syarat minimal yang diminta BRI sendiri./RED.
Kantor Hukum & Investigasi MAHANAIM – Dr. ANDRY CHRISTIAN, SH, SKom, M.Th, C.Md.CLA