Pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan atau edukasi. Politik etis sendiri adalah politik balas budi untuk ganti rugi kepada masyarakat Hindia Belanda, atas eksploitasi Belanda.
Van Deventer mengemukakan gagasan tentang politik etis dalam sebuah tulisan berjudul Een Eereschuld (satu utang kehormatan) yang diterbitkan di majalah De Gids pada tahun 1899.
Pelaksanaan Politik Etis yang Paling Dirasakan dalam Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia
Dikutip dari buku Terobosan Sukarno dalam Perundingan Linggarjati karya Rushdy Hoesein (2010: 15), politik etis adalah sebuah kebijakan kolonial yang diterapkan oleh pemerintah Belanda pada awal abad ke-20 di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh gagasan bahwa Belanda memiliki kewajiban moral untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah jajahannya sebagai balas jasa atas keuntungan yang diperoleh dari eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja di sana.
Pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan atau edukasi. Sayangnya, rakyat yang mampu mengenyam pendidikan hanya dari golongan tertentu saja.
Meski demikian, beberapa golongan pribumi, yang mengenyam bangku pendidikan dan melek akan dunia luar, mampu mencetuskan gerakan untuk memantik para aktivis nasional agar memperjuangkan bangsa Indonesia.
Beberapa tokoh pergerakan yang berperan dalam memperjuangkan kemajuan pendidikan bangsa Indonesia, seperti Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T Ario Tirtokusumo, mendirikan organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 bersama-sama yang menjadi tonggak kebangkitan bangsa.
Tiga Gagasan Politik Etis
Politik Etis adalah kebijakan kolonial Belanda di Hindia Belanda pada awal abad ke-20 yang mengusung tiga gagasan utama untuk meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi penduduk pribumi. Berikut adalah tiga gagasan politik etis:
-
Irigasi: Pembangunan dan perbaikan infrastruktur pengairan untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
-
Edukasi: Peningkatan akses pendidikan bagi penduduk pribumi untuk meningkatkan tingkat literasi dan keterampilan.
-
Imigrasi: Migrasi penduduk dari daerah yang padat penduduk ke daerah yang kurang padat untuk mengurangi tekanan sosial dan ekonomi.
Ketiga aspek tersebut mulai diimplementasikan dan memberikan dampak yang cukup besar, meskipun dalam praktiknya sering kali dicurangi oleh Belanda.
Misalnya, program irigasi dan imigrasi kadang-kadang dimanfaatkan oleh Belanda untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang lebih mengeksploitasi sumber daya dan tenaga kerja lokal.
Baca Juga: Tanggal Pergerakan Nasional yang Berupaya Mempersatukan Bangsa
Jadi, pelaksanaan politik etis yang paling dirasakan dalam pergerakan nasional bangsa Indonesia adalah pendidikan atau edukasi. Selain itu, masih ada dua pilar politis lain, yaitu irigasi dan imigrasi. (Umi)