Fakta soal cuti haid buat pekerja perempuan. Foto: Shutterstock

Cuti haid jadi salah satu hak mutlak bagi pekerja perempuan. Cuti haid menjadi elemen penting karena setiap perempuan mengalami kondisi berbeda-beda dari yang ringan hingga berat selama periode menstruasi.

The American College of Obstetricians and Gynecologists menyebut bahwa lebih dari separuh perempuan yang sedang menstruasi merasakan nyeri perut dan ketidaknyamanan tubuh lainnya dalam 1–2 hari pertama.

Beberapa perempuan mungkin merasakan nyeri yang ringan, tapi banyak perempuan lain yang mengalami nyeri sangat parah sehingga membuat mereka tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Inilah alasan perempuan berhak atas cuti saat berada dalam periode menstruasi.

Belum lama ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI juga kembali menyuarakan soal isu cuti menstruasi. Lewat unggahan di laman media sosial resminya, Kemnaker menegaskan bahwa perempuan yang sedang menstruasi boleh mengambil cuti haid dalam 1-2 hari pertama tanpa harus melampirkan surat dokter.

“Pekerja perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Oiya.. Tidak diperlukan surat dokter ya terkait hal ini,” begitu bunyi keterangan dalam unggahan akun medsos Kemnaker.

Kemnaker telah menggaungkan kebijakan ini secara terus-menerus, tapi bagaimana implementasinya di lapangan? Nah, kali ini kumparanWOMAN telah merangkum sederet fakta soal kebijakan cuti haid ini untuk kamu yang masih belum terinformasi, Ladies.

Cuti haid diatur dalam UU

Kebijakan cuti haid buat pekerja perempuan diatur dalam UU. Foto: Amnaj Khetsamtip/Shutterstock

Kebijakan cuti haid bagi pekerja perempuan sebenarnya sudah diatur secara resmi dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 81 ayat 1.

“Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”

Cuti haid masih jadi hal tabu di dunia kerja

Sudah lebih dari 20 tahun UU Ketenagakerjaan ini berlaku, tapi kebijakan cuti haid masih masih tabu di dunia profesional. Hal ini juga terlihat dari respons netizen di kolom komentar unggahan Kemnaker soal cuti haid yang menyebut kebijakan itu tidak berlaku di lingkungan kerja mereka.

“Nggak ada yang namanya cuti haid, kalau melahirkan dapat cuti juga sudah syukur,” tulis seorang pengguna Instagram @dendalion***.

“Nggak berlaku di tempat kerjaku, nggak masuk karena sakit/izin potong gaji,” imbuh pengguna lainnya @maulla***.

Selain itu, banyak juga pekerja perempuan yang mengaku masih harus menggunakan surat sakit dari dokter untuk bisa mengajukan cuti haid ke perusahaan.

Pekerja bisa laporkan perusahaan yang tak beri cuti haid

Perempuan bisa laporkan perusahaan yang tidak ada kebijakan cuti haid. Foto: Reezky Pradata/Shutterstock

Bukan hanya hak soal cuti haid ini, tapi pekerja perempuan juga diberi hak untuk melaporkan perusahaan tempat mereka bekerja apabila tidak menerapkan kebijakan ini sesuai dengan aturan pada UU.

“Apabila perusahaan tempat Anda bekerja tidak memberikan hak-hak pekerja perempuan sebagaimana diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, Anda dapat membuat laporan melalui perlindunganpekerjaperempuan.kemnaker.go.id,” tulis akun Instagram resmi Kemnaker.

Cuti haid harus tercantum dalam kontrak kerja

Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 81 ayat 2, pelaksanaan kebijakan cuti haid bagi pekerja perempuan ini seharusnya tertera dalam kontrak kerja yang ditawarkan kepada calon karyawan.

“Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.”

Cuti haid baik untuk fisik & mental perempuan

Ilustrasi sakit perut menstruasi. Foto: sitthiphong/Shutterstock

Kebijakan cuti haid sangat penting untuk mendukung kesejahteraan fisik dan mental perempuan. Medical News Today melansir, perempuan yang sedang haid biasanya mengalami nyeri perut, sakit punggung, sakit kepala, serta sederet perasaan negatif termasuk mudah marah, merasa tertekan, hingga merasa putus asa dan tidak berdaya.

Semua gejala tersebut dapat memengaruhi produktivitas perempuan saat beraktivitas termasuk bekerja. Karenanya, kebijakan cuti haid dapat melindungi perempuan dari tekanan pekerjaan dan memberikan mereka waktu istirahat untuk memulihkan diri.

Negara-negara lain yang juga terapkan cuti haid

Indonesia tidak hanya satu-satunya negara yang menerapkan kebijakan cuti haid lho, Ladies. Taiwan, Korea Selatan, hingga Jepang juga memberikan hak cuti haid bagi pekerja perempuan. Di Jepang, cuti haid sudah diterapkan sejak tahun 1947, namun pemerintah tidak mewajibkan perusahaan untuk membayar apabila pekerja tidak memanfaatkan cuti ini.

By admin