Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra. Foto: Muhammad Darisman/kumparan

Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), Irfan Setiaputra, mendukung rencana Indonesia yang akan mengembangkan bahan bakar pesawat ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF). SAF merupakan pengganti bahan bakar pesawat yang dibuat dari minyak jelantah atau used cooking oil.

“Ya kita support. Kita kan memang SAF itu kan harus, untuk kemudian kita melakukan penggantian dari avtur menjadi SAF, ini komitmen kita seluruh dunia. Komitmen kita seluruh dunia,” kata Irfan di Jakarta, Kamis (20/6).

Irfan menuturkan Garuda Indonesia telah menggunakan bahan bakar ramah lingkungan milik PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) yaitu Bioavtur J2.4. SAF versi KPI yang didistribusikan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN) ini, memiliki kandungan renewable 2,4 persen dengan kapasitas 9 KBPD melalui metode co-processing.

“Tinggal dicampur apa? Yang kemarin kita tes kan dicampur dengan sawit ya, all good. Nah ini ada berapa teknologi yang lain, berapa pendekatan yang lain,” ujar Irfan.

Menurutnya, Garuda Indonesia masih menjadi maskapai satu-satunya di Tanah Air yang mempunyai armada dengan bahan bakar SAF. “Kita komitmen itu dan asal tahu aja kita (Garuda Indonesia) airline satu-satunya di republik ini yang sudah punya unit sustainability,” jelasnya.

Pesawat berbahan bakar bioavtur milik Garuda Indonesia pertama kali mengudara pada 27 Oktober 2023 lalu, yaitu Boeing 737-800 NG dengan rute Jakarta-Solo.

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan usai peluncuran buku Citarum Harum di The Laguna Resort & Spa Nusa Dua, Senin (20/5/2024). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan

Sebelumnya, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ingin memanfaatkan minyak jelantah untuk bahan bakar pesawat. Luhut tertarik mengikuti langkah negara-negara yang telah mengembangkan ini.

“Pernahkah terpikirkan bahwa minyak jelantah atau used cooking oil dapat menjadi bahan bakar untuk industri aviasi atau penerbangan? Hal ini ternyata sudah lumrah dilakukan di beberapa negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura,” tulis Luhut melalui laman Instagram @luhut.pandjaitan, Rabu (29/5).

Luhut menilai pengembangan industri SAF ini akan membuat Indonesia meraup keuntungan hingga Rp 12 triliun per tahun, jika dilihat dari kapasitas kilang-kilang biovuel milik Pertamina saat ini. Ia mengatakan potensi pasokan minyak jelantah di Indonesia mencapai 1 juta liter, dengan 95 persen diekspor ke berbagai negara.

“Berdasarkan data IATA (International Air Transport Association) Indonesia diprediksi akan menjadi pasar aviasi terbesar keempat di dunia dalam beberapa dekade kedepan. Dengan asumsi kebutuhan bahan bakar ini mencapai 7.500 ton liter hingga 2030,” ungkap Luhut.

“Sebagai informasi Pertamina sudah melakukan uji coba statis yang sukses dari SAF untuk digunakan pada mesin jet CMF56-7B. Hal ini membuktikan bahwa produk mereka layak digunakan pada pesawat komersil,” tambahnya.

Selain itu, Luhut memandang pengembangan industri SAF juga akan menjadi pintu masuk investasi di kilang biofuel, baik dari sektor swasta maupun pelat merah. Dia menargetkan akan merilis beleid terkait SAF pada gelaran Bali Air Show, September tahun ini.

“Saya simpulkan bahwa SAF adalah solusi paling efektif untuk mewujudkan masa depan penerbangan yang ramah lingkungan di Indonesia, saya menargetkan setelah keluarnya Peraturan Presiden, SAF dapat kita launching payung hukumnya selambatnya pada September mendatang,” tutur Luhut.

By admin