Menekraf, Teuku Riefky Harsya, saat menjadi keynote speaker pada acara Emak-Emak Matic di Hotel Royal Ambarrukmo, Rabu (18/12). Foto: Muhammad Hafiq/Pandangan Jogja

Dalam program terbarunya, Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) menggandeng Kekayaan Intelektual atau Intellectual Property (IP) lokal, yaitu Emak-Emak Matic, sebuah game karya Educa Studio. Salah satu alasannya adalah untuk terus mendorong monetisasi IP lokal di level nasional maupun internasional.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenekraf, Yuana Rochma Astuti, dalam acara sosialisasi Cari Cuan ala Emak-Emak Matic yang diadakan oleh Kemenekraf di Hotel Royal Ambarrukmo, Rabu (18/12).

“IP lokal harus bisa dimonetisasi, dikenalkan kembali melalui berbagai program. Emak-emak ini kan suka naik motor matic, sein kanan belok kiri. Karakternya mirip banget, jadi kita pakai saja. Kebetulan, visi misinya sama persis dengan visi dan misi Pak Menteri dan Wakil Menteri Ekonomi Kreatif, yaitu membawa IP lokal kembali berjaya di level nasional maupun internasional,” ujar Yuana.

IP Emak-Emak Matic sendiri telah diperkenalkan dalam berbagai pameran internasional seperti di Hong Kong dan Shanghai pada tahun 2018 dan 2019.

Direktur Tata Kelola Ekonomi Digital Kemenekraf, Yuana Rochma Astuti. Foto: Arif UT/Pandangan Jogja

“Sebenarnya program Emak-Emak Matic ini bukan IP baru. Justru lahir melalui program dulu dengan Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif). Bisnis binaan kita juga waktu itu di tahun 2018-2019, kita sudah membawa IP Emak-Emak Matic ini ke beberapa pameran di Hongkong, Shanghai, dan event-event di dalam negeri,” ungkapnya.

Yuana juga menyebutkan salah satu upaya terbaru dalam memajukan IP lokal ini adalah kolaborasi Kemenekraf dengan Garuda Indonesia dan Tahilalats. Kolaborasinya ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Selasa (17/12).

“Untuk program Emak-Emak Matic, kita menggunakan IP dari Educa Studio. Nantinya, ada juga livery yang akan digunakan oleh pesawat Garuda, termasuk IP dari Tahilalats,” jelas Yuana.

Sebelumnya, Garuda Indonesia juga pernah bekerja sama dengan IP internasional, yakni kolaborasi dengan Pokémon dalam program Pikachu Indonesia Journey. Program tersebut memasukkan unsur lokal batik pada desain Pikachu.

“Waktu itu, Pokemon membayar Garuda untuk biaya livery dan pemeliharaan selama 5 tahun, dengan nilai mencapai Rp 28 miliar. Dalam kolaborasi tersebut, kita memasukkan unsur lokal seperti batik, sehingga batik dikenal di seluruh dunia,” tambah Yuana.

Peluncuran desain pesawat Garuda Indonesia bergambar Pikachu di Jakarta, Jumat (8/11). Foto: Harianto/ANTARA

Kini, melalui kolaborasi dengan Tahilalats, Kemenekraf menegaskan komitmennya dalam memajukan IP lokal.

“Pada tanggal 15 Januari, akan ada launching Garuda yang dibalut dengan IP Tahilalats, membuktikan bahwa persepsi publik tentang Garuda hanya mendukung IP asing tidak benar. Bahkan, di bulan Maret akan ada launching pesawat kedua yang berkolaborasi dengan Pikachu, satu untuk penerbangan lokal dan satu lagi untuk internasional. Hal ini menunjukkan bahwa Garuda berkomitmen sebagai wahana promosi IP lokal, Tahilalats, loh, keren,” tutup Yuana.

Dengan berbagai inisiatif ini, Yuana berharap IP lokal tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga dapat bersaing di pasar internasional.

By admin