Ilustrasi dokter. Foto: Andrei_R/Shutterstock

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan sudah menerima total 543 laporan bullying atau perundungan yang terjadi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menyebut bahwa angka tersebut merupakan data yang masuk di kanal pengaduan yang disediakan oleh Kemenkes.

Data kasus perundungan itu terhitung sejak Instruksi Menkes No. HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kemenkes diberlakukan pada 20 Juli 2023 hingga per 16 Desember 2024.

“Untuk pelaporan perundungan per 16 Desember 2024, ada 543 laporan perundungan,” ujar Aji saat dikonfirmasi, Minggu (22/12).

Dari data tersebut, total 318 kasus perundungan yang dilaporkan terjadi di Rumah Sakit Vertikal (RSV) Kemenkes.

“318 [kasus] ada di RS Vertikal Kemenkes, sisanya 225 terjadi di luar RSV (RSUD, RS Universitas, atau FK univ),” bebernya.

Aji menyebut, bahwa pihaknya terus berkomitmen untuk memberantas praktik perundungan yang terjadi selama PPDS.

“Kemenkes tetap berkomitmen untuk memberantas praktik perundungan yang terjadi selama masa pendidikan tenaga kesehatan atau tenaga medis,” katanya.

“Komitmen ini tertuang dalam Instruksi Menteri Kesehatan No. HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan terhadap Peserta Didik pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kemenkes,” ucap dia.

Tak hanya itu, ia menekankan bahwa komitmen itu juga ditunjukkan Kemenkes dengan menyediakan kanal pelaporan kasus perundungan yang terjadi.

“Kemenkes menyediakan website dan hotline bagi korban dan/atau saksi untuk melaporkan kasus perundungan di situs https://perundungan.kemkes.go.id/ atau melalui nomor telp./WA 0812-9979-9777,” pungkasnya.

Belakangan, kasus perundungan memang kerap mencoreng sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia. Salah satu yang mengundang perhatian publik, yakni meninggalnya mahasiswi PPDS FK Universitas Diponegoro dr Aulia Risma Lestari.

dr. Aulia Risma Lestari. Foto: Dok. Undip

Kasus tersebut bermula pada Senin, 12 Agustus 2024 lalu, saat dr Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal di kamar kosnya.

Diduga Aulia bunuh diri karena tidak kuat di-bully para seniornya. Ia pun—dengan teman-teman seangkatannya—diperas oleh senior.

Pada 7 Oktober 2024, Polda Jateng pun sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan.

Akan tetapi, hingga saat ini, Minggu (22/12), belum ada satu pun orang yang dikenakan status tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan status kasus ini. Subagio menegaskan tak ada kendala dalam penanganan kasus ini.

“Belum ada tersangka. Tidak ada [kendala], karena butuh kehati-hatian dalam penanganannya,” ucap Subagio kepada wartawan, Kamis (19/12) lalu.

Ia menyebut, sudah ada 31 orang saksi dan 3 saksi ahli yang diperiksa dalam kasus mahasiswi PPDS Undip ini.

“Ada dua LP (laporan polisi) yang dibuat oleh ibu almarhum, namun kita jadikan satu kedua LP ini,” tutur dia.

By admin