Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, merespons terkait munculnya baliho bergambar wajah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri dengan sebuah kalimat provokatif yang mempertanyakan legalitas kepemimpinan Megawati.
Deddy menilai, pemasangan baliho tersebut dilakukan secara sistematis karena berdekatan dengan Kongres pada April 2025. Dia juga meminta kepada Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
“Sudah jelas itu upaya terstruktur. Sistematis ditaruh di tempat-tempat yang sangat prestisius. CCTV ada silakan polisi mengusut,” kata Deddy kepada wartawan, di depan Ke:Kini Ruang Bersama, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12).
Deddy mencurigai pemasangan baliho-baliho tersebut dilakukan oleh seseorang yang memiliki otoritas. Sebab baliho dipasang di lokasi pada ring tiga dan empat.
“Tidak mungkin orang biasa bisa melakukan itu. Pasti (ada) kekuatan yang sangat terstruktur dan sistematis,” ujarnya.
Kejadian tersebut, kata Deddy, sudah dilaporkan kepada polisi, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut.
“Sampai hari ini kami sudah laporkan ke polisi. Belum pernah ada tindak lanjut,” ucap dia.
Arahan Lengkap Megawati Jelang Kongres PDIP
Sebelumnya Ketua DPP PDIP, Ronny Talapessy, menyampaikan arahan DPP PDIP kepada seluruh kader jelang kongres, di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Berikut isi lengkapnya:
Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan dengan ini menyampaikan beberapa hal terkait dinamika politik nasional yang terjadi saat ini, sebagai berikut:
1. Telah terjadi upaya secara sistematis yang digerakkan oleh kekuatan terstruktur untuk mendiskreditkan PDI Perjuangan dan Ketua Umum PDI Perjuangan, Ibu Prof. Dr. Megawati Soekarnoputri. Salah satu bentuk tindakan tersebut adalah dengan adanya pemasangan berbagai baliho dan spanduk di tempat-tempat strategis, yang disinyalir dipasang oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan terorganisir.
2. Baliho dan spanduk tersebut dipasang di lokasi-lokasi strategis dan di jalur-jalur utama, yang mengindikasikan keterlibatan pihak kekuatan terorganisir dengan dukungan sumber daya yang besar. Hal ini menjadi perhatian serius bagi PDI Perjuangan serta kader dan simpatisan Partai, karena mencerminkan adanya upaya untuk menggiring opini publik secara negatif.
3. PDI Perjuangan adalah partai politik yang sah sesuai akta notaris Nomor 05 Tanggal 27 Juni 2024 dan telah mendapatkan pengesahan melalui Surat Keputusan dari Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.11.02 Tahun 2024, tertanggal 1 Juli 2024, tentang Pengesahan Perubahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Masa Bakti 2019-2024 Diperpanjang Hingga Tahun 2025. Keabsahan ini tidak terbantahkan dan menjadi dasar kuat bagi PDI Perjuangan dalam menjalankan tugas politiknya.
4. Perpanjangan masa kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan telah dilaksanakan sesuai dengan Pasal 28 Anggaran Dasar Partai dan Pasal 15 Anggaran Rumah Tangga Partai, perpanjangan masa kepengurusan menjadi kewenangan prerogatif Ketua Umum yang diamanatkan oleh Kongres Partai serta ditetapkan dalam Rakernas V PDI Perjuangan Tahun 2024.
5. Perpanjangan masa bakti kepengurusan DPP PDI Perjuangan terbukti mampu menjalankan tugas secara konstitusional sebagai partai politik dengan keikutsertaan dalam tahapan Pilkada Serentak 2024, dengan merekomendasikan calon-calon kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Dengan beredarnya baliho dan spanduk yang sifatnya menghasut telah menciptakan kondisi siaga-1 diinternal PDI Perjuangan untuk memberikan reaksi terhadap adanya upaya “mengawut-awut” PDI Perjuangan menjelang Kongres PDI Perjuangan sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, sehingga memicu kemarahan anggota dan kader Partai seluruh Indonesia.
Kami meminta aparat penegak hukum untuk dapat menertibkan hukum berkeadilan untuk menjaga stabilitas politik nasional. PDI Perjuangan menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diamanatkan Konstitusi Negara, sehingga tindakan yang menggangu partai politik yang sah dan juga mengganggu warga negara Indonesia yang sah dilindungi kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan, tindakan gangguan tersebut berpotensi menciptakan instabilitas sosial dan politik secara nasional.