Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahyu Wibowo. Foto: Akbar Maulana/kumparan

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan skenario pengembangan proyek gas raksasa Kutei North Hub (KNH) di Selat Makassar, mencakup Lapangan Geng North dan Gehem, yang dikelola perusahaan migas asal Italia, ENI Sp.

Deputi Eksploitasi SKK Migas, Wahju Wibowo, menjelaskan pemerintah terus mempercepat penyelesaian proyek strategis nasional (PSN) hulu migas tersebut. Butuh sekitar 7 bulan saja sejak penemuan harta karun Sumur Geng North-1 di tahun 2023, sampai persetujuan Plan of Development (PoD) pertama.

Adapun proyek Geng North kini disatukan dengan proyek Indonesia Deepwater Development (IDD). Pengembangannya dibagi dua bagian, yaitu bagian utara (Northern Hub) Gehem-Geng North dengan estimasi investasi USD 11,4 miliar, dan bagian selatan (Southern Hub) Gendalo-Gandang dengan estimasi investasi USD 3,4 miliar.

Tercatat, total cadangan IDD sebesar 2,67 triliun kaki kubik (TCF) dan 66 juta barel minyak, dan Geng North memiliki cadangan gas inplace sebesar 5,3 TCF.

Wahju menuturkan, dalam PoD yang telah disetujui, proyek North Hub ditargetkan bisa on stream pada kuartal II 2027. Menurutnya, proyek ini akan menjadi salah satu yang pengembangannya paling cepat jika terlaksana sesuai target.

“Sebisa mungkin on stream di triwulan II 2027. Terlepas ini belum pernah terjadi, kita sangat yakin. Nah oleh karena itu segala upaya yang kita lakukan bagaimana kita bisa untuk on stream di 2027,” tegasnya saat Media Briefing di Jakarta Selatan, Jumat (27/9).

Setelah persetujuan PoD pertama, proyek North Hub memasuki tahap Front End Engineering Design (FEED). Selanjutnya, Wahju optimistis proyek ini bisa merampungkan Final Investment Decision (FID) di tahun 2025.

Menurutnya, pengembangan proyek dengan skala sebesar North Hub termasuk yang sangat terakselerasi. Sebab, biasanya jarak antara penemuan hulu migas di Indonesia hingga mencapai tahap FID bisa memakan waktu 15 tahun.

“Kalau tahun depan FID itu tidak sampai 2 tahun. Ya nanti tahun depan baru di 2025, Karena apa? Setelah FID baru eksekusi karena kita target kan 2027 on stream, ini challenge sekali,” ungkap Wahju.

Wahju mengungkapkan kendala terbesar proyek lepas pantai ini adalah dari proses engineering. Pasalnya, butuh pembangunan Floating Storage Production and Offloading (FPSO) raksasa. FPSO berfungsi untuk memproduksi, menyimpan, serta menyalurkan minyak dan gas alam mentah dari lautan ke daratan.

Tak tanggung-tanggung, dia mengungkapkan fasilitas terapung yang akan dibangun di Selat Makassar ini akan menjadi salah satu FPSO terbesar di Indonesia yang harus selesai dalam waktu singkat.

“FPSO-nya ini besar, mungkin ini adalah FPSO terbesar yang akan dibikin dan terinstall di Indonesia. Kita sudah melakukan survei,” ucapnya.

Adapun FPSO tersebut rencananya dirancang bisa mengolah produksi gas bumi dari Geng North dan Gehem yang puncaknya bisa mencapai 1 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD).

“Belum pernah ada di dunia, FPSO sebesar yang akan kita bikin itu dibikin dalam kurang waktu 3 tahun. Itu belum pernah terjadi. Kita ingin itu terjadi, semoga saja nanti bisa kita lakukan,” imbuh Wahju.

Untuk mempercepat proses FEED proyek North Hub, SKK Migas akan mengirimkan tim untuk belajar langsung ke ENI Research Center di Milan, Italia. Tim tersebut mencakup pihak ENI Indonesia dan SKK Migas yang berkaitan dengan proyek yang bersangkutan, bersama beberapa akademisi dari ITB dan ITS selama 3 bulan.

“Semoga saja nanti proses engineering-nya yang disebut dengan FEED itu bisa kita selesaikan dan kalau itu selesai tahun depan sudah FID,” imbuhnya.

Skenario Pengembangan North Hub

Wahju pun memaparkan skenario pengembangan proyek North Hub yang membutuhkan investasi sekitar USD 11 miliar. Proyek ini, kata dia, menjadi salah satu proyek hulu migas terbesar dari skala investasi selain Lapangan Abadi Masela.

Proyek North Hub, lanjut dia, rencananya akan memiliki total 24 sumur produksi, yakni 15 sumur di Geng North dan 9 sumur di Gehem. Skenario pengembangannya akan mengoptimalkan arsitektur bawah laut, untuk meminimalkan pembangunan fasilitas.

“Nanti kita akan mengebor 15 sumur di Geng North dan ada 9 sumur di Gehem. Nanti produksi dari Geng North dan Gehem akan masuk ke pipeline menuju ke FPSO,” jelas Wahju.

Selanjutnya, produksi North Hub yang diolah di FPSO akan disalurkan kembali, yakni gas kering (dry gas) akan di ekspor ke Santan Terminal dan LNG Bontang Plan melalui pipa sepanjang 200 km, sedangkan kondensat melalui offloading offshore.

“Nah itu bagaimana alirannya dari bawah reservoir naik ke sumur di bawah laut dalam, masuk ke FPSO kapal yang kita desain untuk processing, dipompa atau di-inject atau di-compress menuju ke Santan, dari Santan dialirkan ke Bontang,” tuturnya.

Wahju memaparkan, penyaluran gas ke Kilang Bontang akan diproduksi kembali menjadi gas alam cair (LNG). Pemerintah juga akan mereaktivasi kembali kilang tersebut yang sudah memasuki usia senja pada 2026 atau 2027.

Bahkan, menurutnya, proyek North Hub ini akan menghidupkan kembali Kilang Bontang hingga 30 tahun lamanya dan dapat berkembang dari awalnya 2 train menjadi 4 train.

“Di saat yang sama kita lakukan reassessment Bontang untuk mereaktivasi train yang saat ini dalam kondisi standby. Kita akan reaktivasi dan salah satu bagian untuk mengakomodasi produksi dari proyek ini,” tandas Wahju.

By admin