Apa yang pertama kali terlintas di benakmu saat mendengar kata dark chocolate? Kebanyakan orang pasti akan membayangkan rasa pahit yang khas, bukan?
Namun, cokelat dari Kampung Merasa, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, ini menawarkan sesuatu yang berbeda. Diracik dari bahan baku biji kakao lokal, cokelat ini berhasil menghadirkan kombinasi cita rasa yang unik, yaitu campuran antara manisnya madu dan segarnya citrus.
Keunikan rasa dari kakao Kampung Merasa ini berkat proses fermentasi. Kampung Merasa memiliki hutan yang bagus, dipenuhi pohon-pohon banggeris yang menjadi tempat favorit lebah penghasil madu untuk membuat sarang.
“Ketika hutannya bagus, pohonnya banyak, cita rasa madu akan bisa terus dimunculkan, kata Maya Patriani dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dalam siaran tertulisnya, Jumat (27/9).
Menurut Maya, biji kakao yang melalui proses fermentasi memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao kering biasa. Fermentasi dilakukan dengan menempatkan biji kakao di dalam kotak kayu yang ditutup dengan daun pisang, lalu didiamkan selama lima hari.
Di tengah proses pemeraman itu, ada proses pembalikan biji setiap dua hari, juga pengukuran suhu, untuk memastikan mikroorganisme dan enzim di dalamnya berproses sempurna. Setelah difermentasi, biji kakao dijemur di bawah sinar matahari langsung. Proses tambahan inilah yang bisa meningkatkan kualitas.
Dengan proses ini, menurut Maya, aroma dan cita rasa kakao Kampung Merasa dapat keluar secara maksimal. Inilah yang membuat biji kakao dari daerah tersebut mampu masuk ke pasar premium, di mana harga jualnya bisa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biji kakao kering asalan yang biasa dijual oleh petani.
Namun, tantangannya adalah tidak semua petani berhasil menemukan pembeli yang mau menghargai kualitas premium ini. Di sinilah YKAN berperan aktif dalam membantu petani kakao Kampung Merasa.
Mereka tidak hanya mendampingi petani dalam proses fermentasi, tetapi juga menjembatani mereka dengan pembeli yang menghargai kualitas dan siap membayar harga sesuai standar pasar kakao dunia.
Untuk mendukung petani, YKAN meluncurkan kegiatan Pelatihan Internal Controlling System (ICS) Kakao di Kampung Merasa. Pelatihan ini membantu para petani memahami kebutuhan pasar dan menjaga standar yang diinginkan. Mereka juga bekerja sama dengan Yayasan Kalimajari dari Bali yang ahli di bidang kakao.
“Ini semacam tools agar petani mengetahui apa yang diinginkan pasar, saling mengingatkan untuk melakukan hal sesuai standar, dan bersama-sama mematuhi aturan agar bisa menembus pasar premium,” tambah Maya, perwakilan YKAN, yang bekerja sama dengan Yayasan Kalimajari dari Bali, ahli di bidang kakao.
Petani yang menjadi alumni pelatihan ICS kemudian membentuk kelompok bernama Pesete Tawai, yang berarti “sandaran harapan.” Kelompok ini memiliki visi untuk menjadi tumpuan hidup di masa mendatang.
“Mereka didorong menjadi pihak yang paling memahami standar biji kakao premium sehingga dapat menjadi tiket masuk menuju artisan. Mereka membuka diri bagi petani kakao di kampungnya dengan mengambil biji kakao basah dari siapa pun di kampung. Lalu, meningkatkan mutunya dengan fermentasi dan memasarkan,” ucap Maya.
Perjalanan kakao kampung menuju ibu kota
Kualitas kakao Kampung Merasa akhirnya menarik perhatian Pipiltin Cocoa, salah satu produsen cokelat artisan terbesar di Indonesia. Sejak awal kerja sama pada tahun 2022, Pipiltin Cocoa memproduksi chocolate bar berbasis kakao single origin dari Kampung Merasa dengan kadar 74 persen.
“Sejak itu, semua pintu kanal seperti terbuka. Tanpa kami mencari, orang datang ke Kampung Merasa. Pemkab Berau menjadikan kakao sebagai komoditas unggulan yang harus dikembangkan. Bola saljunya bergulir ke mana-mana,” kata Maya.
Berkat fermentasi yang sempurna, cokelat dari Kampung Merasa memiliki karakteristik yang khas dan dihargai tinggi di pasar nasional. Bahkan, daerah ini menjadi rujukan bagi kampung-kampung lain yang ingin mengembangkan kualitas kakao mereka. Mereka belajar proses dari hulu ke hilir, dari pengelolaan kebun hingga proses bean to bar, sebuah proses yang melibatkan pengolahan biji kakao hingga menjadi cokelat siap konsumsi.
Transformasi pemahaman masyarakat Kampung Merasa terhadap Kakao
Ada cerita menarik di balik kakao Kampung Merasa. Sebelum mendapatkan pendampingan dari YKAN, masyarakat Kampung Merasa menganggap kakao sebagai buah yang beracun.
Mitos ini diwariskan dari nenek moyang mereka, yang sering mengalami sakit perut setelah mengonsumsi buah kakao. Padahal, masalah ini terjadi bukan karena buah kakao itu beracun, melainkan karena kandungan kafein di dalamnya.
“Dulu, penduduk sering mengulum buah kakao. Orang dengan perut yang sensitif lalu akan mengalami sakit perut. Padahal, itu karena di dalam kakao ada kandungan kafein,” cerita Maya.
Ketika mulai memperkenalkan proses fermentasi biji kakao dalam pelatihan bean to bar, YKAN tidak hanya mengajarkan teknik pengolahan, tetapi juga melibatkan para ibu di Kampung Merasa. Para ibu ini diajarkan cara mengolah kakao untuk konsumsi sendiri, mulai dari membuat minuman cokelat hingga makanan berbahan dasar kakao.
“Mereka takjub, karena untuk pertama kalinya mereka tahu bahwa kakao bisa diolah menjadi makanan dan minuman,” ungkap Maya.
Setelah pelatihan, para ibu di Kampung Merasa mulai aktif membuat produk olahan kakao di rumah masing-masing, yang kemudian mereka jual kepada para wisatawan. Hal ini membuka peluang baru bagi mereka untuk mendapatkan sumber pendapatan alternatif dari kakao.
Di saat bersamaan, kelompok tani juga mulai konsisten mengolah dan memproduksi produk dari kakao, hingga kemudian membuat chocolate bar dengan varian rasa 50 persen atau 70 persen. Karena warga Kalimantan lebih menyukai cita rasa manis, kelompok tani ini memberi campuran rasa manis berupa gula aren dan susu.
Yang menarik, Kampung Merasa juga mulai memproduksi pasta kakao padat sebagai bahan baku signature drink di Milkyway Coffee & Milk, Tanjung Redeb, Berau. Kerja sama dengan kafe ini tak lepas dari berbagai pemberitaan terkait launching produk Pipiltin Cocoa.
“Milkyway berpikir, jika kakao Kampung Merasa bisa sampai Jakarta, kenapa mereka yang berada di Kabupaten Berau justru tidak memanfaatkannya? Kebanggaan menggunakan biji kakao lokal itu pun menular,” kata Maya.
Dengan begitu, alternatif sumber pendapatan dari kakao pun berkembang. Di tingkat lokal, mereka menjual produk rumahan langsung kepada wisatawan. Di tingkat kabupaten, mereka menjual bahan baku minuman. Sedangkan di tingkat nasional, mereka menjual biji untuk dijadikan olahan cokelat.