Siang itu, kumparan berkesempatan bertemu dengan Nia Kania Afriani, sosok teman tuli sekaligus tokoh utama dalam serial dokumenter (docuseries) ‘Sosok Baik Indonesia’ karya sutradara Wisnu Surya Pratama. Perempuan paruh baya ini menyambut rekan-rekan media dengan senyum lebar yang tak henti menghiasi wajahnya, memperlihatkan semangat dan kebahagiaan.
Kania, begitu sapaannya, juga tak bisa menyembunyikan senyum cerahnya saat bertemu dengan teman-teman tuli dari Panti Sosial Tuna Rungu Wicara Bina Cahaya Batin, Jakarta yang ikut hadir di peluncuran docuseries tersebut. Ia sesekali bercengkerama dalam bahasa isyarat, tampak nyaman dengan obrolan santai.
Kehadiran Kania di acara siang itu lebih dari sekadar tokoh utama karya dokumenter, tetapi juga menjadi simbol ketangguhan dan harapan. Di momen Hari Disabilitas Internasional, ia menjadi pengingat nyata bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk mengukir prestasi dan melampaui batasan.
Sosok Inspiratif Kania, Melambungkan Harapan
Kania terlahir sebagai penyandang disabilitas tuli yang berhasil mendobrak stigma bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk menggapai mimpi. Di usia 46 tahun, Kania berhasil meraih medali emas di cabang olahraga lempar lembing, serta menorehkan jejak inspiratif di dunia kerja. Semangatnya yang menginspirasi membuatnya menjadi salah satu tokoh yang ditampilkan di docuseries “Sosok Baik Indonesia”.
Terlahir tanpa kemampuan mendengar, Kania seringkali menjadi sasaran perundungan (bully) yang membuatnya merasa tidak berharga sebagai seorang individu. Namun, rasa sedih itu tidak membuat semangatnya padam. Sebagai seorang Ibu dan penyandang disabilitas, ia memilih untuk terus maju dan menggapai mimpinya.
Menyukai olahraga atletik sejak usia sekolah di SKKP (Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama–setara SMP), Kania rutin berpartisipasi dalam ajang lomba 17-an. Potensi Kania di bidang olahraga ini pun disadari oleh guru sekolahnya dan kemudian mulai sering diikutsertakan dalam sejumlah perlombaan. Hingga akhirnya Kania menekuni cabang atletik sebagai atletlempar lembing, saat memasuki dunia kerja.
Menginjak dewasa, keinginan untuk mandiri mendorong Kania mencoba beberapa profesi. Lapangan pekerjaan yang terbatas bagi penyandang disabilitas membuat Kania sangat bersyukur diterima bekerja di McDonald’s Indonesia yang berlokasi di Dago, Bandung, sejak 1996. Kania merupakan salah satu teman tuli yang beruntung dapat bekerja di sektor formal dan mendapatkan dukungan penuh dari perusahaannya untuk berprestasi di bidang olahraga.
“Kalau boleh cerita, saya tuh bekerja terus, belum pernah ambil cuti. Bingung cuti ngapain, tapi bos suruh saya ambil cuti. Ya sudah, saya cuti, eh teman saya ajak untuk kembali ke olahraga, lalu ikut latihan di Padjadjaran,” ujar Kania saat peluncuran serial dokumenter “Sosok Baik Indonesia”, pada 3 Desember, yang bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional.
Tidak hanya itu, Kania menambahkan bahwa teman-teman kerjanya sangat mendukung, mereka tidak hanya memberi Kania kesempatan mewujudkan mimpinya menjadi atlet paralimpik, tetapi juga dukungan moral yang luar biasa. Bahkan, manajernya tak ragu memberikan cuti 3 bulan agar dapat fokus mengikuti latihan.
Kembalinya Kania menekuni olahraga, membawanya pada buah manis kemenangan di sejumlah perlombaan di tingkat daerah. Pada Peparda 2018, Kania berhasil meraih 1 medali emas dan 2 medali perak untuk cabor lempar lembing. Ia terus latihan rutin di saat libur setiap minggu.
“Lempar lembing sulit, berat, capek karena usia saya tidak muda lagi. Tapi saya semangat latihan terus dan bisa dapat medali,” kata Kania.
Keberhasilan ini pun tak lepas dari dukungan keluarganya. Ayah, ibu, dan kakak Kania tak pernah meragukan mimpi-mimpinya dan selalu mendukung penuh. Dukungan dari suami dan anak tunggalnya, Ulya, juga menjadi sumber kekuatan yang tidak pernah padam.
Merajut Mimpi Bersama Keluarga
Bagi Kania, apa yang dia raih tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk kebahagiaan keluarganya. Berkat ketekunannya untuk mandiri, Kania berhasil membeli sebidang tanah untuk dibangun rumah bagi keluarga kecilnya.
Namun, kehidupan keluarga kecil Kania tidak seperti keluarga pada umumnya. Sebagai anak dari orang tua tunarungu, Ulya mempunyai kemampuan istimewa, yakni tumbuh dengan bahasa isyarat dan verbal. Ulya menjadi salah satu pemantik semangat bagi Kania untuk terus berkarya dan berdaya.
“Menjadi atlet membuat saya menghargai proses. Saya melakukan semua ini untuk keluarga. Saya ingin anak saya lebih sukses dari saya. Cita-citanya kuliah di ITB,” tuturnya. Sebuah harapan yang sederhana, namun penuh makna, yang bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
Kisah inspiratif Kania dikemas dalam episode satu serial dokumenter tersebut. Sutradara Wisnu Surya Pratama menuturkan, lewat dokumenter ‘Sosok Baik Indonesia’, dia ingin mengangkat kisah luar biasa dari orang-orang biasa, seperti Kania. Dokumenter garapannya ini terdiri dari 3 episode yang dapat ditonton di YouTube Niat Baik Hasil Baik ID.
“Saya harapkan, semoga kisah Ibu Kania bisa ditonton oleh banyak orang, semoga semua orang bisa mengambil pelajaran dari kisah Ibu Kania. (Series ini) supaya semua orang tidak melakukan perundungan buat teman-teman disabilitas, diberikannya akses yang lebih baik kepada teman-teman disabilitas,” tutup Wisnu.