Ilustrasi Laksa (Shutterstock)

Nursal dkk dalam tulisannya bertajuk “The business strategy of “Laksa” culinary tourism in Tangerang, Indonesia” mengartikan laksa sebagai semangkuk makanan berisi bihun dengan ketupat, tauge, tahu, diseduh dengan santan. Nama makanan ini muncul pada salah satu sumber kuno kerajaan di Nusantara.

Tepatnya dalam Prasasti Biluluk II yang ditemukan di Desa Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Menurut buku Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I, prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit yang berangkat tahun 1315 Saka (1393 Masehi).

Dalam bagian depan prasasti tersebut tertulis:

iku wruhane si para juru niil asambewara. samadaya. yen andikaning. hamagenaken andikanira tala.

mpakanira paduka bhatara sri parameswara sira sang mokta ring wisnubhawana. dene kaluluputane si parawangsa ring.

biluluk. hasambewara sarwwa papat. hadagang. hamahat. hajagal. hamalanten. hamdel. hamuter. hanglaksa. hana.

pu. mangkana manih kan atunggu kasiman. hasambewara. sarwwa tunggal. iku ta luputa rin arik purih saprakara. padadah. pawiwaha.

Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya 2: Jaringan Asia menuliskan istilah hanglaksa dalam prasasti tersebut memiliki makna “pembuat bihun”. Meskipun demikian, penamaan laksa sendiri masih simpang siur asalnya.

Terdapat teori yang mengatakan penamaan laksa berasal dari China. Menurut Nursal dkk nama “laksa” berasal dari bahasa Kanton “liet’sa” yang artinya dibumbui pasir. Pasir yang dimaksud dalam hal ini merujuk pada bubuk ebi yang apabila dicampur dengan kuah laksa akan menghasilkan tekstur seperti bubuk pasir.

Terciptanya masakan ini bermula dari adanya akulturasi antara dua kebudayaan yakni China dan Nusantara. Tidak jarang para pelaut asal Tionghoa memilih tinggal di Nusantara terutama setelah menikahi penduduk lokal. Muncul lah makanan-makanan yang menyatukan bahan asing dengan bahan lokal seperti cabai dan santan.

Lombard menyebut teori lain menyatakan bahwa laksa berasal dari India. Pasalnya dalam bahasa Persia dan Hindi terdapat kosa kata “lakshah” yang memiliki arti bihun. Namun nama laksa juga dimungkinkan berasal dari bahasa Sanskerta karena penyebutannya juga sudah ada di Jawa sejak abad ke-14. Kata tersebut berasal dari kata laksa itu sendiri yang berarti “seratus ribu”. Penafsiran angka tersebut mungkin merujuk pada banyaknya jumlah bihun dalam satu porsi laksa.

Makanan ini kemudian banyak dinikmati di kawasan Semenanjung Malaka yang sebagain besar didukung oleh masyarakat Melayu seperti di beberapa wilayah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Kini laksa juga berkembang menjadi beberapa jenis yang dibedakan dari bahan dasar supnya. Setidaknya ada tiga jenis; laksa asam, laksa kari, dan kombinasi keduanya. Laksa juga kini disajikan dengan berbagai macam topping yang semakin menggugah selera.

By admin