Pembayaran menggunakan QRIS dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2024. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan PPN ini tidak dibebankan ke konsumen, melainkan Merchant Discount Rate (MDR), yakni biaya yang dibebankan kepada merchant atau pedagang oleh Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP).
Namun, banyak masyarakat khawatir nantinya pedagang akan menaikkan harga barang akibat menanggung PPN 12 persen. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti buka suara mengenai hal tersebut. Menurutnya, tak ada yang bisa menjamin pedagang tidak akan menaikkan harga.
“Yang terkait apa ada jaminan (harga barang ikut terkerek)? Ya enggak bisa jamin itu ya,” kata Dwi dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (23/12).
Dwi menjelaskan, PPN pada layanan QRIS bukan hal baru. Hal ini merujuk ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
“Jadi sebenarnya yang menjadi dasar untuk dilakukannya pembayaran QRIS termasuk keuangan itu MDR,” tutur Dwi.
“Sebenarnya provider itu menyediakan aplikasi ini, kemudian nanti ada mekanisme antara provider dan merchantnya, nanti merchantnya yang bayar PPN berapa jasanya? Bisa jadi 0,1 atau 0,2 dari transaksi dan itu sebenarnya merchantnya yang bertanggung jawab dengan provider. Kita bayar ya sama-sama aja,” tambahnya.
Dia juga menegaskan, tidak akan ada perbedaan harga yang harus dibayarkan konsumen ketika bertransaksi dengan QRIS maupun uang tunai.