Ketua DPP PDIP bidang hukum Ronny Talapessy menduga adanya politisasi hukum dalam penetapan tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam kasus suap Harun Masiku. Dugaan tersebut muncul karena dimulai dengan bocornya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke media.
Hal tersebut disampaikan Ronny dalam konferensi pers yang digelar di kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (24/12) malam.
“Pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan. Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik,” kata Ronny.
Selain itu, Ronny menjelaskan adanya upaya pembentukan opini publik yang terus mengangkat isu Harun Masiku melalui berbagai cara yang patut dicurigai.
“Adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan,” ucapnya.
Lebih jauh, Ronny juga menduga bahwa pasal obstruction of justice yang juga disangkakan terhadap Hasto oleh KPK merupakan formalitas teknis hukum belaka.
“Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe, penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di penghujung kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo,” pungkasnya.
Bantah Politis
Sebelumnya Ketua KPK Setyo Budiyanto telah membantah penetapan Hasto sebagai tersangka politis.
“Murni penegakan hukum (bantah politisasi),” kata Setyo dalam konferensi pers di Kantor KPK, Selasa (24/12).
Setyo menjelaskan, kasus suap Komisioner KPU ini sudah lama berjalan, sejak 2019. Semua proses dilakukan sesuai ketentuan berlaku.
Hasto diduga bersama Harun Masiku menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Diduga, dari total uang suap Rp 600 juta yang diterima Wahyu Setiawan, sebagian di antaranya berasal dari Harun Masiku.
“Kasus ini sejak 2019 sudah ditangani. Tapi kemudian baru sekarang karena kecukupan alat buktinya. Penyidik lebih yakin setelah tahap pencarian DPO Harun Masiku, ada kegiatan pemanggilan, pemeriksaan, penyitaan terhadap barang bukti elektronik,” kata Setyo.
“Di situlah kemudian kita mendapatkan banyak petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan ambil keputusan melalui tahapan yang diatur kedeputian penindakan kemudian diputuskan Sprindik,” urainya.