Indonesia darurat judi online. Ada 80 ribu anak diketahui aktif bermain judi online. Pemerintah tak bisa diam saja. Apa yang harus dilakukan?
Ketua Satgas Pemberantasan Perjudian Daring yang sekaligus Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengungkapkan sedikitnya dua persen dari total pemain judi online di Indonesia ternyata dari kalangan usia di bawah 10 tahun.
Jumlahnya anak-anak yang bermain judi online tercatat mencapai 80 ribu orang.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang juga aktivis perlindungan anak Fahira Idris mengungkapkan, temuan ini menjadi alarm bahaya bahwa penetrasi judi online di Indonesia sudah sangat luar biasa dan berbahaya.
Oleh karena itu, pemberantasan judi online saat ini dan ke depan harus jadi prioritas negara. Semua sumberdaya harus dikerahkan agar judi online benar-benar sulit diakses masyarakat atau sangat baik jika benar-benar diberantas tuntas demi melindungi anak-anak yang juga generasi masa depan bangsa.
“Jumlah 80 ribu anak yang terpapar judi online itu angka yang sangat besar dan harus menjadi concern negara. Perlindungan anak dari judi online memerlukan pendekatan multidimensional yang mencakup edukasi, regulasi, teknologi, kerja sama lintas sektor, dan dukungan psikologis. Untuk yang terakhir (psikologis) anak-anak yang sudah telanjur terjerat judi online memerlukan layanan konseling untuk membantu mereka pulih dari kecanduan. Pusat konseling dan dukungan psikologis harus tersedia dan mudah diakses,” ujar Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (20/6).
Menurut Fahira Idris, anak yang terpapar dan kecanduan judi online adalah korban dari lemahnya sistem yang melindungi mereka.
Oleh karena itu, selain memberikan konseling, langkah penting lain yang bisa ditempuh untuk melindungi anak dari judi online adalah penguatan kebijakan dan regulasi terutama memblokir dan menindak platform apa pun yang masih menampilkan iklan judi online.
Negara juga harus menguatkan edukasi dan kesadaran, salah satunya menghadirkan program pendidikan mengenai bahaya judi online sejak dini di sekolah.
Kurikulum harus mencakup pendidikan tentang literasi digital, etika online, dan bahaya judi online.
“Orang tua dan guru perlu juga perlu diberdayakan dengan informasi dan alat untuk mengidentifikasi tanda-tanda kecanduan judi online pada anak dan cara mencegahnya. Workshop dan seminar reguler perlu dimasifkan agar dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan orang tua dan guru,” tukas Senator Jakarta ini.
Pendekatan teknologi untuk melindungi anak juga bisa sangat efektif jika pengadaannya didukung oleh negara. Ini artinya, lanjut Fahira Idris, orang tua dan sekolah harus didorong untuk menggunakan perangkat lunak pemblokiran dan filter konten yang dapat mencegah akses anak-anak ke situs judi online.
Teknologi ini juga dapat memantau dan membatasi aktivitas internet berdasarkan kategori konten yang tidak aman.
“Sudah saatnya teknologi AI dan machine learning untuk mendeteksi dan memblokir aktivitas judi online yang mencurigakan menjadi hal umum yang dipahami dan diterapkan orang tua. Teknologi ini efektif karena algoritma-nya dapat mengenali pola perilaku yang menunjukkan adanya aktivitas judi dan memberikan peringatan dini kepada orang tua atau otoritas lain mulai dari sekolah dan lembaga terkait lainnya termasuk penegak hukum,” pungkas Fahira Idris.